STARBUCKS SEBAGAI ICON GAYA HIDUP GLOBAL
Gaya hidup
dapat diartikan sebagai pilihan tindakan atau pemilihan barang-barang yang
digunakan untuk dapat menunjukan identitas serta membedakan dirinya dengan
orang atau kelompok lain. Konsumsi atau penggunaan barang dan benda-benda
dilakukan dalam gaya hidup karena hal tersebut dipandang dapat mempresentasikan
suatu citra tertentu. Jika pemakaian tanda dan simbol dimaksudkan untuk
membedakan identitas, maka Starbuck juga membawa identitas tersendiri melalui
produk-produk yang ditawarkan.
Keidentikan
atau citra Starbuck dalam masyarakat, terbentuk melalui berbagai tanda dan
simbol. Simbol yang terdapat dalam Starbucks telah membentuk intepretasi
maknanya sendiri. Mengunjungi Starbucks atau memakai marchandise yang
ditawarkan akan melahirkan citra prestisius dan modern bagi penggunanya. Hal
ini tidak dapat dilepaskan dari strategi bisnis Starbuck sehingga mampu
menembus pasar internasional, juga pengaruh globalisasi sehingga membentuk
Starbuck sebagai ikon gaya hidup modern.
1.
Starbucks
Starbucks pertama kali berdiri di Place
Market, Seattle, Amerika Serikat tanggal 8 Maret 1971. Dalam
perkembangannya saat ini, Starbucks memiliki lebih dari 17.000 gerai Starbucks
di seluruh dunia. Sebagai bentuk usaha Coffe shop, Starbucks
memiliki satu ikon bagi setiap produk yang dihasilkan yakni gambar mermaid atau
putri duyung yang berbentuk lingkaran dengan deminasi warna hijau.
Starbucks dikelola
secara profesional dengan memfokuskan bisnis pada food, beverage, dan retil (penjualan
biji kopi siap giling). Starbucks memberlakukan standar baku mutu yang ketat
dan berkelas internasional. Semua bahan baku diimpor dari tempat yang sama
yaitu, Seatlle untuk biji kopi, Australia untuk susu, dan Perancis untukwhippedcream-nya.
Starbucks Coffe shop masuk pertama
kali di Indonesia, pada tanggal 17 Mei 2002 di Plaza Indonesia, Jakarta.
Starbucks di Indonesia dikelola oleh PT Sari Coffe Indonesia (SCI). Dalam
perkembangannya, Starbucks kini telah memiliki banyak cabang di kota-kota besar
di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, medan, Yogyakarta, Semarang,
Malang, Bali. Starbucks Coffe shop di Indonesia selain
memfokuskan pada menu olehan kopi espresso juga menyediakan makanan ringan
seperti roti dan cake sebagai menu pelengkap. Berbagai merchandise seperti mug,
tumbler,pitcher,termos mini, kaos yang semuanya berlogo Starbucks juga
disediakan di tiap gerai-gerai Starbucks.
Starbuck merupakan
salah satu Coffe shop yang mengangkat konsep open
kitchen. Pembuatan kopi dilakukan secara terbuka di gerai, sehingga
pelanggan dapat secara langsung melihat tiap tahap dalam prosesnya. Starbucks
menawarkan konsep interior yang minimalis namun elegan. Fasilitas yang
ditawarkan dalam gerai dan proses pelayanan yang profesional dengan sendirinya
mengantarkan Starbucks sebagai coffe shop bertaraf
internasional yang mempresentasikan gaya hidup modern.
2.
Starbucks Sebagai Ikon Gaya Hidup Modern
Munculnya Starbucks di Amerika untuk pertama kali,
merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya nilai usaha coffe
shoptersebut. Sebagaimana diketahui Amerika yang dianggap sebagai pusat
modernisasi, menjadikan segala sesuatu yang berasal dari negara tersebut
dipandang memiliki nilai lebih. Kesuksesan gerai Starbucks di Amerika, diikuti
usaha perluasan pasar dengan mendirikan cabang Starbucks di negara lain.
Mendunianya gerai kopi di negara-negara diluar Amerika, mengukuhkan Starbucks
menjadicoffe shop bertaraf internasional.
Menu dan
kualitas rasa yang diberikan Starbucks menjadi daya tarik tersendiri bagi
pengunjung coffe shop ini. Inovasi dalam pengolahan kopi dan
variasi menu serta kualitas rasa yang ditawarkan, membedakan Starbucks dengan
menu kopi di coffe shoplokal atau warung-warung kopi (Warkop).
Faktor tersebut mengindikasikan Starbucks sebagai ikon yang mewakili citra
modern. Sebagai ikon yang mewakili citra modern, secara tidak langsung
Starbucks juga dianggap menjadi bagian dari gaya hidup modern.
Selain kualitas
menu, fasilitas dan suasana gerai menjadi pertimbangan pengunjung gerai
Starbucks. Fasilitas yang ditawarkan Starbucks seperti open kitcen area
hotspot, Air Conditioner (AC), free smoking area belum
banyak ditawarkan terutama oleh coffe shop-coffe shop berskala
kecil. Hal tersebut dengan sendirinya mencitrakan gerai Starbucks sebagai
tempat yang nyaman dan elegan.
Fasilitas, menu,
bahkan harga mencitrakan Sratbucks sebagaicoffe shop yang identik
dengan kelompok kelas menengah atas, prestisius, brand internasional dan
elegan. Hal ini tidak dapat dipungkiri menjadi persepsi tiap konsumen dalam
memandang Starbucks. Konsumen mengunjungi Starbucks menjadi suatu upaya dalam
pencitraan diri. Citra yang berusaha dibangun tentu saja citra yang telah melekat
dalam Starbucks. Citra sebagai bagian dari kelompok atau status yang modern,
elegan, dan prestisius.
3.
Starbucks dan Proses Pergeseran Nilai
Gaya Hidup
Mewah
Gaya hidup
dapat dikatakan mewah jika memenuhi beberapa kriteria antara lain,
membelanjakan banyak uang, menggunakan barang-barang yang ber-merk dengan harga
mahal. Gaya hidup ini juga ditandai dengan indikasi modernitas dimana teknologi
dan informasi menjadi hal utama. Orang-orang yang bergaya hidup modern banyak
menggunakan piranti teknologi yang cangging sepertinotebook, smartphone, dan
lain sebagainya.
Gaya hidup juga
merupakan bagian dari budaya konsumen, dimana semua benda dinilai secara
materialistik. Dalam perkembangannya konsumsi terhadap barang kemudian lebih
banyak dikaitkan dengan nilai simboliknya. Hal ini tidak dapat dipisahkan
dari pengaruh globalisasi, konsumsi terhadap barang tidak hanya bermuara pada
komoditas namun juga untuk mempertimbangakanimage.
Keberadaan
Starbuck tidak dapat dipungkiri menjadi wahana pembentukan image seseorang
dimasyarakat. Tidak banyak pengunjung yang mementingkan asas kebermanfaatan
ketika mengunjungi Starbucks. Pengunjung lebih mementingkan nilai simbolik yang
dicitrakan melalui produk-produk Sratbucks. Nilai simbolik yang memiliki kesan
eksklusif bagi penggunanya.
Gaya Hidup
Individual
Dunia modern selain
ditunjukan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi juga ditandai
dengan melemahnya solidaritas organik dan menonjolnya solidaritas mekanis.
Dalam hal ini orang akan berinteraksi dan menjalin relasi demi kepentingan
pribadi, dan mengacuhkan hal-hal yang bersifat umum. Sikap oportunis dan
pragmatis sedikit demi sedikit akan menyertai tiap tindakan dalam pergaulan
manusia.
Starbucks hadir
dengan gerai-gerai yang mendukung kecenderungan individualis. Kesan elegan yang
dihadirkan dalam gerai, secara tidak langsung menuntut etika tersendiri dalam
menikmati makanan. Kata-kata dan perilaku tersebut kemudian ikut menjadi simbol
yang membedakan antar kelompok bahkan antar kelas.
Pengunjung Starbucks
tidak banyak yang berbicara dengan suara keras atau tertawa terbahak-bahak. Hal
tersebut tentu berbeda dengan pengunjung coffe shop berskala
kecil atau angkringan yang identik dengan kesederhanaan. Menikmati kopi
diangkringan, pengunjung dapat bertingkah laku sesuai dengan keinginan mereka
tanpa memperhatikan image. Bahkan seseorang dapat dengan
santai mengobrol dengan orang baru yang baru dikenalnya Hal ini tentu
saja tidak dapat disamakan dengan pengunjung Starbucks, pengunjung Starbucks
datang degan kepentingan masing-masing dan tidak saling berinteraksi antar
individu maupun kelompok. Kondisi gerai yang menjaga privasi pengunjung
mendukung terciptanya kesan individalis dalam gerai.
4.
Starbucks dan Pengaruh yang Ditimbulkan
Jika berkunjung
ke Starbucks pengunjung akan dilayani dengan serba praktis. Datang, memilih
menu kopi yang terpampang dalam gerai, bayar,dan pengunjung akan segera
memperoleh kopi yang diinginkan. Starbucks tidak hanya menawarkan gerai yang
nyaman untuk menikmati kopi, konsep take away (bisa dibawa pulang) juga
ditawarkan dalam coffe shop. Nilai-nilai budaya praktis dan instant secara
tidak langsung diadopsi pengunjung ketika mengunjungi Starbucks. Dengan
Starbucks, lupakan segala kerepotan menyeduh kopi, memanaskan air, dan lain
sebagainya. Fenomena semacam ini merupakan salah satu ciri dari McDonaldization
of Society.
Persoalan lain
yang muncul ialah terbentuknya masyarakat konsumer, masyarakat yang semakin
konsumtif. Konsumsi yang ditekankan disini bukanlah tentang membeli barang atau
jasa, tetapi kecenderungan untuk mengkonsumsi kode, nilai, atau simbol. Pada
dasarnya masyarakat mengonsumsi sesuatu (membeli produk atau jasa) pada
hakikatnya bukan kepada produk atau jasa itu sendiri. Namun lebih kepada
nilai atau simbol apa yang kita konsumsi dari produk atau jasa tersebut.
Menghadapi fenomena
semacam ini, reaksi yang seharusnya timbul adalah lebih kepada individu
masing-masing. Sebab melayangkan himbauan untuk tidak mengunjungi Starbucks
merupakan hal yang nyaris mustahil utuk dilakukan. Yang memungkinkan untuk
ditekan adalah budaya konsumerisme yang ada, terutama konsumtif terhadap nilai
atau simbol yang ada dalam suatu produk.
Pengunjung yang
mengunjungi coffe shop macam Starbucks ingin menunjukan bahwa
meminum kopi di coffe shop lebih berbudaya dibandingkan
meminum kopi di rumah atau di Warung kopi (Warkop). Menyadarkan bagaimana untuk
tidak terpengaruh oleh hal-hal yang demikian ini yang harus dilakukan.
Menanamkan keyakinan bahwa nilai-nilai kearifan dan berbudaya tidak harus
dilakukan dengan mengikuti gaya hidup mewah harus tekankan dalam kehidupan
masyarakat. Lagipula harga yang dibandrol untuk produk-produk
Starbucks berkali lipat lebih mahal dibandingkan dicoffe shop-coffe shop lain.
Seharusnya hal tersebut juga menjadi bahan pertimbangan.
SUMBER :
http://sejarahwaidkhauny.blogspot.co.id/2012/09/starbucks-sebagai-ikon-gaya-hidup.html
0 komentar: