HUKUM ADAT SUKU BETAWI
Hukum Adat adalah wujud
gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan
aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan
memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Contohnya sejak jaman dulu, Suku Sasak
di Pulau Lombok dikenal dengan konsep Gumi Paer atau Paer. Paer adalah satu
kesatuan sistem teritorial hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, kemanan dan
kepemilikan yang melekat kuat dalam masyarakat . Srhubungan saya ini adalah orang atau suku
Betawi Asli, maka saya akan membahas adat dan juga hukum yang tertanam dalam
budaya betawi.
Suku
Betawi adalah sebuah suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya
bertempat tinggal di Jakarta.
Sejumlah pihak
berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan
bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi
adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan
oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi
sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari
perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta,
seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Bugis,Makassar, Ambon, Melayu dan Tionghoa.
Namun
pihak lain berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin
antaretnis dan bangsa pada masa lalu ternyata tidak sepenuhnya benar karena
eksistensi suku Betawi menurut sejarawan Sagiman MD telah ada serta mendiami
Jakarta dan sekitarnya sejak zaman batu baru atau pada zaman Neoliticum,
penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa sebagaimana orang Sunda, Jawa,
dan Madura. Pendapat Sagiman MD tersebut senada dengan Uka Tjandarasasmita
yang mengeluarkan monografinya "Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman
Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran (1977)" mengungkapkan bahwa Penduduk
Asli Jakarta telah ada pada sekitar tahun 3500 - 3000 sebelum masehi.
Namun
menurut sebagian Peneliti yang sepaham dengan Lance Castles yang pernah
meneliti tentang Penduduk Jakarta dimana Jurnal Penelitiannya diterbitkan tahun
1967 oleh Cornell University dikatakan bahwa secara biologis, mereka yang
mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku
dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia.
Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah
lebih dulu hidup diJakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Melayuserta
suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa,
dan Eropa.
A. AGAMA
DALAM SUKU BETAWI
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang
menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga
ada namun hanya sedikit sekali. Menurut H. Mahbub Djunaidi kebudayaan
betawi sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam.
Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan Betawi terlihat dalam berbagai
kegiatan masyarakat betawi dalam menjalani kehidupan.
Di
antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka
adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis.
Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan
perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan
gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas
Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak terjadinya proses
pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis dengan
penduduk lokal. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di
daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Umumnya
masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat terlihat dari kegiatan keagamaan
sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik, dan seni suara. Tapi pada
suku Betawi juga terdapat upacara adat yang berkaitan dengan religius. Upacara-upacara
tersebut antara lain:
a. Kekeba/upacara
nujuh bulan
Kekeba
adalah upacara nujuh bulan yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan, dan
biasanya dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.
b. Potong
Rambut
Potong
rambut adalah upacara pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah bayi
berumur 36 hari dan upacara ini sering disebut upacara selapanan.
c. Upacara
Kerik tangan
Upacara
kerik tangan adalah upacara serah terima perawatan bayi kepada pihak
keluarga yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus diiringi
dengan pembacaan shalawat Nabi sebanyak 7 kali.
d. Upacara
Khitanan
Upacara
khitanan adalah upacara peralihan dari masa kanak-kanak memasuki masa
remaja dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan.
Upacara ini biasanya juga disebut dengan upacara sunatan/sunat.
B. BAHASA
DALAM SUKU BETAWI
Bahasa Betawi merupakan bahasa
sehari-hari suku asli ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta. Bahasa ini
mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu Bahasa Indonesia.
Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu
Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti
kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di Pulau Jawa,
walaupun ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa Sunda, Bahasa
Jawa, Bahasa Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa Betawi yang
bersumber kepada Bahasa Melayu sepertihalnya Bahasa Indonesia. Bagi Orang
Malaysia mendengar Bahasa ini mungkin agak sedikit tidak faham, kerana bahasa
ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa
Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-bahasa lainnya. Tetapi
Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang Malaysia
dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.
Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah
akhiran “A” menjadi “E”. sebagai contoh,Siape, Dimane, Ade Ape, Kenape. Sifat
campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara
umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal
dari daerah-daerah lai n di Indonesia maupun kebudayaan yang berasal dari
negara – negara asing. Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang
mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal
(proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di
Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan
Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di
pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa
Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa
nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan
tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di
sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya
sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak
nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda
seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari
Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng),
dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah
kuno Bujangga Manik yang saatini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di
Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan
sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Bahasa daerah juga digunakan
oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti bahasa Jawa,bahasa
Sunda, bahasa Minang, bahasa Batak, bahasa Madura, bahasa Bugis, dan jugabahasa
Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku
bangsa bertemu.
Untuk berkomunikasi antar berbagai suku
bangsa, digunakan Bahasa Indonesia. Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang
tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang terkadang dicampur dengan
bahasa asing. Beberapa contoh penggunaan bahasa ini adalah Please dong ah!,
Cape deh!, dan So what gitu loh!
C. PERILAKU
DAN SIFAT SUKU BETAWI
Asumsi kebanyakan orang tentang
masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi,
pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil.
Beberapa dari mereka adalah Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb,
dan Fauzi Bowo Gubernur DKI Jakarta (2007 - 2012) .
Ada beberapa hal yang positif dari
Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun kadang-kadang
dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga
sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama
yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai
pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi
dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang Betawi sangat menghormati budaya
yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih
memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti
lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan
sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi
di lahan lahirnya sendiri (baca : Jakarta). Namun tetap ada optimisme dari
masyarakat Betawi generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi
tersebut.
D. PERNIKAHAN
DALAM SUKU BETAWI
Meriah dan penuh warna-warni, demikian
gambaran dari tradisi pernikahan adat Betawi. Diiringi suara petasan, rombongan
keluarga mempelai pria berjalan memasuki depan rumah kediaman mempelai wanita
sambil diiringi oleh ondel-ondel, tanjidor serta marawis (rombongan pemain
rebana menggunakan bahasa arab). Mempelai pria berjalan sambil menuntun kambing
yang merupakan ciri khas keluarga betawi dari Tanah Abang.
Sesampainya didepan rumah terlebih dulu
diadakan prosesi “Buka Palang Pintu”, berupa berbalas pantun dan Adu Silat
antara wakil dari keluarga pria dan wakil dari keluarga wanita. Prosesi
tersebut dimaksudkan sebagai ujian bagi mempelai pria sebelum diterima sebagai
calon suami yang akan menjadi pelindung bagi mempelai wanita sang pujaan hati.
Uniknya, dalam setiap petarungan silat, pihak mempelai wanita pasti dikalahkan
oleh jagoan calon pengantin pria.
Upacara perkawinan adat Betawi ditandai
dengan serangkaian prosesi. Didahului masa perkenalan melalui Mak Comblang.
Dilanjutkan lamaran. Pingitan. Upacara siraman. Prosesi potong cantung atau
ngerik bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu digunting. Malam pacar,
mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.
Puncak adat Betawi adalah Akad nikah.
Mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung
songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang
sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Dahi mempelai wanita diberi
tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis saat menikah. Mempelai
pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta kopiah. Ditambah
baju Gamis berupa Jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai.
Perkawinan adat betawi lebih bernafaskan
Islam. Hal ini dapat terlihat dari upacara ijab qabul dan tarian-tarian
pengantar dari acara yang dilaksanakan keluarga.Dalam pelaksanaan adat
perkawinan mempunyai beberapa tahapan yaitu:
a. Pengiriman
utusan, dalam pengiriman utusan ini pemuda yang sudah mempunyai ketetapan
hati pada kekasihnya akan mengirim utusan untuk melamar sigadis pujaannya.
Hal ini dimaksudkan bahwa si pemuda adalah orang yang baik, serta orang
yang mempunyai latar belakang baik. Dalam pengiriman utusan biasanya si
pemuda didampingi oleh kedua orang tuanya.
b. Penentuan
hari perkawinan, pada saat inilah diadakan rembukan kedua keluarga untuk
menentukan hari, tanggal, dan tahun yang baik uantuk mengadakan perkawinan.
Pada saat inilah si pemuda mulai memikirkan mas kawin apa yang yang
diberikan pada si gadis. Mas kawin yang lazim diberikan biasanya berupa seperangkat
alat shalat dan perhiasan emas untuk pihak gadis.
c. Ijab
qabul, yaitu upacara pengesahan antara seorang laki-laki dan wanita untuk hidup
bersama dalam suatu rumah tangga.
d. Upacara
adat, setelah upacara ijab qabul selesai maka telah syah hubungan suami
istri keduanya, namun ada kalanya kedua belah pihak ingin mengadakan resepsi
yang dilaksanakan secara adat asal kedua belah pihak mempelai.
E. KEBIASAAN
HIDUP MASYARAKAT BETAWI
Gambaran beberapa kebiasaan hidup berkaitan dengan
berkeluarga dan rumah masyarakat Betawi, khususnya di daerah Jakarta
Timur/Tenggara dan lainnya. Khusus menyoroti berbagai etika yang harus
dilaksanakan dalam hubungan antara pria bujang dengan gadis penghuni rumah.
Awalnya laki-laki akan ngglancong bersama-sama kawannya, berkunjung ke rumah
calon istrinya untuk bercakap-cakap dan bergurau sampai pagi. Hubungan tersebut
tidak dilakukan secara langsung tetapi melalui jendela bujang atau jendela
Cina. Si laki-laki duduk atau tiduran di peluaran (ruang depan) sedangkan si
perempuan ada di dalam rumah mengintip dari balik jendela bujang. Perempuan
juga tidak boleh duduk di trampa (ambang pintu). Ada kepereayaan "perawan
dilamar urung, laki-laki dipandang orang", yang artinya perempuan susah
ketemu jodoh dan kalau laki-laki bisa disangka berbuat jahat. Maksudnya,
perempuan yang duduk di atas trampa dianggap memamerkan diri dan dipandang
tidak pantas.Sementara apabila laki-laki yang melanggar trampa dapat dianggap
sebagai orang yang yang bermaksud jahat.
Muncul juga istilah ngebruk, yaitu apabila laki-laki
berani melangkahi trampa rumah (terutama rumah yang ada anak gadisnya) maka
perjaka itu diharuskan mengawini gadis yang tinggal di rumah tersebut. Karena
kalau tidak dikawinkan akan mendapat nama yang tidak baik dalam masyarakat.
Pengertian ngebruk juga disebut "nyerah diri", dalam arti si
laki-laki datang ke rumah perempuan yang ingin dinikahinya dengan menyerahkan
uang atau pakaian.Hal ini dilakukan jika belum ada persetujuan terhadap
hubungan itu atau karena kondisi keuangan yang belum memenuhi syarat.
REFERENSI :
0 komentar: